Senin, 21 April 2014

Kesialan Yang Tak Bisa Ditawar



Hujan akhirnya mereda setelah sekian lama aku berteduh di sebuah halte pinggir jalan. Sungguh sial memang, perjalanan pulangku sehabis berkunjung ke rumah salah satu teman terhambat oleh hujan lebat yang tiba-tiba mengguyur. Kunyalakan motorku yang sedari tadi basah kuyup diguyur hujan. Untung saja motor ini tidak bermasalah, bisa-bisa kesialanku hari ini makin bertambah. Kupacu motorku dengan pelan sambil menahan hawa dingin yang menerpa di sekujur tubuh. Jalanan sungguh sepi, hanya ada beberapa mobil dan motor yang lalu lalang di jalan. Tak mengherankan, karena memang sudah larut malam. Lama kelamaan aku tak tahan juga dengan udara dingin ini. Kuputuskan untuk berhenti sejenak di minimarket terdekat, sekalian untuk membeli makanan kecil sebagai pengganjal perut yang sedari tadi keroncongan saat menunggu hujan reda.

Tak beberapa lama sampailah aku dan motor tuaku di minimarket pinggir jalan dengan lampu-lampunya yang terang. Baru saja memarkir motor dan akan masuk ke minimarket, tiba-tiba hujan kembali mengguyur. Ah, sial! Perjalanan pulangku akan terhambat lagi nampaknya. Untungnya sekarang sudah berada di minimarket yang memang aku tuju. Ya sudahlah, anggap saja ini adalah suatu kesialan yang tidak setiap hari bisa kita nikmati.

Kulangkahkan kakiku menuju pintu minimarket. Hawa dingin AC dari dalam minimarket menyambut kedatanganku disertai ucapan khas selamat datang dari arah kasir yang merupakan seorang wanita berjilbab. Didalam ada 2 orang pegawai, satu orang perempuan di bagian kasir yang tadi menyapa, serta seorang pegawai laki-laki yang pada saat itu sedang bersantai. Suasana di dalam minimarket itu bisa dibilang cukup ramai untuk tengah malam seperti ini. Ada pasangan suami istri yang bersiap membayar di kasir, ada dua orang pria paruh baya yang salah satunya sedang memilih-milih pembersih muka, dan seorang perempuan yang mondar-mandir entah ingin mencari apa.

Aku langsung menuju ke deretan makanan kecil untuk kemudian mengambil keripik kentang dan roti cokelat. Lalu aku beralih ke deretan minuman yang ada di lemari pendingin untuk memilih minuman. Pilihanku jatuh ke softdrink kenamaan yang berbentuk kaleng. Setelah kurasa cukup, kulangkahkan kakiku menuju kasir untuk membayar. Aku harus mengantri di belakang pria yang tadi memilih pembersih muka yang ternyata banyak juga belanjaannya. Dari arah pintu terlihat beberapa orang yang masuk dan ada juga yang sebagian hanya berteduh di bangunan minimarket ini. Diluar hujan bertambah lebat nampaknya.

Diantara beberapa orang yang baru masuk di minimarket tadi, pandanganku tertuju ke sosok wanita yang pakaiannya basah terkena hujan dengan wajah yang terlihat sangat murung. Wajahnya sembab seperti habis menangis. Dia berjalan gontai ke arah deretan barang yang dipajang dengan langkah yang cukup berat. “Mungkin dia baru saja mengalami hari-hari yang buruk,” pikirku dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Jedaaarr! Sontak semua orang yang ada di minimarket itu kaget. Ada yang berteriak, ada pula yang langsung tersungkur ke lantai. Aku lalu mencari asal suara tembakan itu sebelum tiba-tiba terdengar tembakan kedua yang berhasil memecahkan lampu di langit-langit minimarket. Suara tembakan itu ternyata berasal dari pistol yang digenggam oleh wanita murung berwajah sembab tadi. “Jangan ada yang berani keluar dari sini,” Ancam wanita tersebut sembari mengarahkan moncong pistol yang digenggamnya kearah antrian kasir. Si penjaga kasir bersembunyi di bawah kolong meja kasirnya. Sedangkan aku dan 3 orang lain yang sedang mengantri harus meratapi nasib sial menghadapi bahaya yang bisa merenggut nyawa kami.

Orang-orang yang ada di luar, sedikit menjauh dari arah minimarket karena tahu ada yang sedang tidak beres di dalam minimarket tersebut. Ada pula yang langsung memacu kendaraannya pergi dari tempat tersebut meskipun hujan masih mengguyur. Di dalam minimarket suasana semakin mencekam. Si wanita gila tetap mengarahkan pistolnya kearah orang-orang yang mengantri di kasir tadi yang sekarang sedang jongkok sambil memegang kepala, mirip seperti buronan yang baru saja tertangkap polisi. Aku tak tahu apa yang ada di pikiran wanita gila itu.

“Tak ada yang boleh keluar dari sini.. atau kalian akan mati!” ancam wanita gila itu.

“Tenang mbak.. mbak minta apa? Tolong jangan sakiti kami,” ucap salah satu orang yang ternyata adalah seorang pria yang merupakan pegawai minimarket itu. Pria itu mencoba bernegosiasi sambil mendekati wanita gila itu. Sikap berani bak Batman yang sedang membela warga Gotham yang patut diacungi jempol.

“Mundur atau kau akan mati..” ucap wanita gila itu sambil tetap memegang pistolnya.

“Tenang mbak.. saya cuma mau….”

Jedaaarrr!!!

Peluru dari pistol itu memotong perkataan pria itu diikuti teriakan dari wanita berjilbab penjaga kasir. Pegawai itu langsung jatuh tergeletak dengan kepala bersimbah darah. Wanita gila itu tidak main-main. Pegawai itupun mati seketika. Semua orang yang ada di dalam minimarket kaget bukan kepalang. Kami yang masih ada di dalam tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

“Itulah hukuman bagi kalian yang tak mau mendengarkan. Apa sih sulitnya mendengarkan?” kata wanita gila itu dengan menaikkan nada bicaranya.

“Kalian mau jadi seperti pria yang kutembak ini? Kalian punya telinga kan? Telinga kalian bisa mendengar kan? Jangan jadi sok pahlawan dan dengarkan semua perkataanku!”

Aku dan pastinya semua orang yang sekarang terjebak di minimarket ini, tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan wanita gila ini. Apakah memang dia sudah kehilangan akal atau menghilangkan nyawa orang di tengah malam adalah hobinya. Kalaupun uang yang menjadi tujuan utamanya, bukankah dia hanya harus mengancam penjaga kasir untuk menyerahkan semua uang yang ada di kasir minimarket ini? Aku memilih tetap tenang dan diam agar tak bernasib sial seperti pegawai pria tadi.

Aku hanya bisa berdoa dalam hati agar semua ini akan berakhir dan aku bisa keluar dari sini dengan selamat. Terjebak hujan dan kedinginan, kemudian terancam mati konyol di minimarket. Kesialanku hari ini, kurasa sudah cukup.

Secercah harapan muncul ketika aku mendengar suara sirine mobil polisi. Dan benar saja, 2 mobil polisi sudah berada di area minimarket ini untuk bersiap menyelamatkan kami dari wanita gila ini. Mungkin orang yang berada diluar tadi yang mendengar suara tembakan langsung menghubungi polisi dan melaporkan bahwa ada yang tidak beres di minimarket ini.

Wanita gila itu sadar akan kehadiran polisi yang datang. Tapi dari mimik wajahnya, dia kelihatan sama sekali tak gentar. Senyum kecil muncul di wajah sembabnya.

“Aku tak takut dengan polisi-polisi itu. Aku juga tak takut dengan kematian. Tak ada yang kutakuti di dunia ini sekarang. Ketakutan itu hanya untuk orang-orang lemah. Aku kuat. Aku wanita yang kuat. Sangat kuat. Tidak seperti kalian yang lemah. Nikmatilah rasa ketakutan kalian ini selagi bisa. Karena sekarang aku akan membawa ketakutan kalian ini pergi bersamaku,” Pidato singkat yang menakutkan.

Saat polisi sedang bersiap untuk merencanakan penyergapan atau negosiasi, wanita gila itu mengarahkan pistolnya kearah kami. Tanpa tedeng aling-aling, wanita gila itu menghujamkan timah panas kearah kami dengan membabi buta. Peluru itu menembus tubuh kami yang tak berdaya. Aku tertembak di perut, sedangkan yang lainnya tertembak di kepala dan dada. Pegawai kasir yang sedari tadi bersembunyi di bawah meja kasir berteriak-teriak sebelum wanita gila itu menghampirinya dan melontarkan peluru dari pistol kearahnya. Mengenaskan.

Polisi yang sedang berada diluar kaget bukan kepalang. Aku masih dalam keadaan sadar meskipun darah terus mengucur dari perutku yang tertembak ini. Aku masih bisa melihat wanita gila itu. Sekarang dia menodongkan pistolnya ke kepalanya sendiri. Masih saja terlihat senyum kecil di wajah sembabnya itu.
Jedaarrr!

Wanita itu terkapar bersimbah darah. Aku yakin dia tewas seketika itu juga. Mustahil dia masih bisa hidup dari tembakan di kepala. Sungguh mengerikan melihat peristiwa itu dengan mata kepalaku sendiri. Tambah mengenaskan ketika kulihat tidak ada lagi yang bernyawa kecuali aku, dari kumpulan orang yang tadinya mengantri di kasir minimarket ini. Beruntung, tapi aku tak tahu apakah masih bisa bertahan karena darah masih mengalir dari perutku yang tertembak.

Polisi masih berada diluar dan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam. Mungkin mereka masih sibuk berdiskusi untuk menentukan langkah apa yang akan diambil dengan birokrasi berbelit khas negeri ini.
Dalam kondisiku yang seperti ini, aku pasrah jika nyawaku tak tertolong. Ketakutan akan kematian sirna, seperti kata-kata wanita gila tadi. Jika akan benar-benar mati, aku hanya bisa meratapi kesialanku hari itu. Terbunuh tengah malam di minimarket oleh wanita gila yang baru saja ditemui. Andai saja hari ini tidak hujan. Andai saja perutku tidak lapar. Andai saja aku tidak masuk ke minimarket. Aku hanya bisa meratapi kesialanku hari ini. Suatu kesialan memang tidak bisa ditawar. Aku jadi ingat salah satu kalimat terkenal. Tapi dengan kondisiku sekarang ini, kata terakhir dari kalimat terkenal itu bisa diganti.

Apa yang tidak bisa membunuhmu, akan menjadikanmu sekarat.