Minggu, 20 Oktober 2013

Ibu Pejabat


Apa jadinya jika ibu pejabat, bapak direktur, fotomodel, tukang ketik, penjaga sekolah, tukang cat, tukang belanja, pedagang, juru kunci makam dan penyanyi disatukan dalam satu tempat yang sama? Dissagrement? check. Trash talk? check. Tears? check. Tons of fun? check.

Matahari belum sepenuhnya muncul ketika penjaga sekolah harus sudah bersiap pergi ke sekolah. Rutinitas yang harus dijalani tiap pagi dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Berangkat paling awal, kemudian pulang paling akhir. Begitu seterusnya. Melelahkan memang, tapi mau bagaimana lagi? Mungkin itu juga yang dirasakan tukang cat dan juru kunci makam. Melawan terik sinar matahari, polusi udara, bau tidak sedap atau bahkan penampakan setan. Rutinitas yang musti dijalani tak peduli cibiran dari sana sini. Tanpa mereka, lingkungan sekitar takkan terlihat asri dan makam takkan Nampak bersih dan rapi.




Diatas kursi empuk itu ada ibu pejabat dan bapak direktur yang kadang terlihat santai, kadang juga terlihat sibuk. Ibu pejabat yang lihai menghibur khalayak dengan suara emasnya itu kadang sangat serius menandatangani surat-surat penting yang menyangkut masalah keamanan masyarakat, hingga kedaulatan NKRI. Kadang terlalu santai hingga biasanya tak pakai minyak wangi. Lain halnya dengan bapak direktur. Dengan cerutu yang selalu menempel di mulutnya, beliau sangat disegani masyarakat. Datang secara tiba-tiba, menghilang secepat kedipan mata. Tak ada yang berani menegur, karena beliau adalah bapak direktur.

Datang dengan membawa ratusan lembar kertas di tas kerjanya. Sang penguasa sesungguhnya. Tanpa kehadirannya, semuanya akan terlihat seperti butiran debu. Ya, itulah dia, tukang ketik penggerutu dan pemarah yang tak segan melahap bulat-bulat siapa saja yang menghalangi pekerjaannya. Dengan etos kerja yang tinggi, dia seorang diri mungkin mampu mengetik ulang kembali buku The Great Gasby. Tak ada yang berani menyangkal kehebatannya, tak heran jika masa depan banyak orang ada di tangannya. Berbicara tentang tangan, ada pula seseorang yang hebat dengan tangannya. Tangan yang tak pernah lepas dari dompet tebalnya. Tangan dari si tukang belanja. Beli ini, beli itu, bayar ini, bayar itu. Tak pernah lelah blusukan untuk mencari harga termurah. Beri kami sepuluh orang tukang belanja seperti dia, maka akan kami guncang samudra (swalayan).

Semua melelahkan, tapi tak ada yang bisa mengalahkan betapa lelahnya menjadi seorang fotomodel. Mungkin hal sepele, tapi coba bayangkan. Jika dalam satu kali pemotretan membutuhkan waktu 5 detik untuk berpose sebaik mungkin, berapa detik yang dibutuhkan untuk berpose di 300 lebih sesi pemotretan? Luar biasa! Mari angkat topi buat para fotomodel di seluruh dunia.

Linkin Park dan Jay Z itu sangat berbeda, begitu juga singkong dan keju. Sangat berbeda dan bersebrangan tapi bisa disatukan. Beragam karakter coba disatukan dalam tempat dan waktu yang ditentukan. Apa yang terjadi? Silang pendapat dan pertengkaran itu pasti. Tapi tak bisa dipungkiri keceriaan dalam waktu dan tempat ini akan jadi sebuah cerita yang pasti akan kita kenang nanti. Entah diingat sebagai kenangan manis, atau diingat sebagai masa kelam. Goresan kuas di pinggir jalan itu takkan hilang, paling tidak dalam kurun waktu satu dekade kedepan. Pada akhirnya, semua lelah dan keringat akan dikalahkan oleh waktu. Begitu pula kesenangan singkat ini. Waktu yang mempertemukan, waktu juga yang memisahkan.

Usaha keras itu takkan mengkhianati..!!!