Apa
jadinya jika ibu pejabat, bapak direktur, fotomodel, tukang ketik, penjaga
sekolah, tukang cat, tukang belanja, pedagang, juru kunci makam dan penyanyi
disatukan dalam satu tempat yang sama? Dissagrement? check. Trash talk? check.
Tears? check. Tons of fun? check.
Matahari
belum sepenuhnya muncul ketika penjaga sekolah harus sudah bersiap pergi ke
sekolah. Rutinitas yang harus dijalani tiap pagi dan tak bisa ditawar-tawar
lagi. Berangkat paling awal, kemudian pulang paling akhir. Begitu seterusnya.
Melelahkan memang, tapi mau bagaimana lagi? Mungkin itu juga yang dirasakan
tukang cat dan juru kunci makam. Melawan terik sinar matahari, polusi udara,
bau tidak sedap atau bahkan penampakan setan. Rutinitas yang musti dijalani tak
peduli cibiran dari sana sini. Tanpa mereka, lingkungan sekitar takkan terlihat
asri dan makam takkan Nampak bersih dan rapi.
Diatas
kursi empuk itu ada ibu pejabat dan bapak direktur yang kadang terlihat santai,
kadang juga terlihat sibuk. Ibu pejabat yang lihai menghibur khalayak dengan
suara emasnya itu kadang sangat serius menandatangani surat-surat penting yang
menyangkut masalah keamanan masyarakat, hingga kedaulatan NKRI. Kadang terlalu
santai hingga biasanya tak pakai minyak wangi. Lain halnya dengan bapak
direktur. Dengan cerutu yang selalu menempel di mulutnya, beliau sangat
disegani masyarakat. Datang secara tiba-tiba, menghilang secepat kedipan mata.
Tak ada yang berani menegur, karena beliau adalah bapak direktur.
Datang
dengan membawa ratusan lembar kertas di tas kerjanya. Sang penguasa
sesungguhnya. Tanpa kehadirannya, semuanya akan terlihat seperti butiran debu.
Ya, itulah dia, tukang ketik penggerutu dan pemarah yang tak segan melahap
bulat-bulat siapa saja yang menghalangi pekerjaannya. Dengan etos kerja yang
tinggi, dia seorang diri mungkin mampu mengetik ulang kembali buku The Great
Gasby. Tak ada yang berani menyangkal kehebatannya, tak heran jika masa depan
banyak orang ada di tangannya. Berbicara tentang tangan, ada pula seseorang
yang hebat dengan tangannya. Tangan yang tak pernah lepas dari dompet tebalnya.
Tangan dari si tukang belanja. Beli ini, beli itu, bayar ini, bayar itu. Tak
pernah lelah blusukan untuk mencari harga termurah. Beri kami sepuluh orang
tukang belanja seperti dia, maka akan kami guncang samudra (swalayan).
Semua
melelahkan, tapi tak ada yang bisa mengalahkan betapa lelahnya menjadi seorang
fotomodel. Mungkin hal sepele, tapi coba bayangkan. Jika dalam satu kali
pemotretan membutuhkan waktu 5 detik untuk berpose sebaik mungkin, berapa detik
yang dibutuhkan untuk berpose di 300 lebih sesi pemotretan? Luar biasa! Mari
angkat topi buat para fotomodel di seluruh dunia.
Linkin Park dan Jay Z itu sangat berbeda, begitu juga singkong dan keju. Sangat berbeda dan bersebrangan tapi bisa disatukan. Beragam
karakter coba disatukan dalam tempat dan waktu yang ditentukan. Apa yang
terjadi? Silang pendapat dan pertengkaran itu pasti. Tapi tak bisa dipungkiri
keceriaan dalam waktu dan tempat ini akan jadi sebuah cerita yang pasti akan
kita kenang nanti. Entah diingat sebagai kenangan manis, atau diingat sebagai
masa kelam. Goresan kuas di pinggir jalan itu takkan hilang, paling tidak dalam
kurun waktu satu dekade kedepan. Pada akhirnya, semua lelah dan keringat akan
dikalahkan oleh waktu. Begitu pula kesenangan singkat ini. Waktu yang mempertemukan,
waktu juga yang memisahkan.
Usaha
keras itu takkan mengkhianati..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar